Dari Visitabilitas Menuju Inklusivitas: FGD Dorong Ruang Ibadah yang Aksesibel bagi Difabel dan Lansia di Kabupaten Enrekang

Kamis, 07 Agustus 2025 | Enrekang – Ikatan Difabel Enrekang (IDE) Inklusi bersama peneliti Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berkolaborasi dengan berbagai mitra lokal menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Dari Visitabilitas Menuju Inklusivitas: Mendorong Ruang Ibadah yang Visitable dan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas dan Lansia di Kabupaten Enrekang.”
Kegiatan ini diinisiasi oleh Syamraeni, S.Sos., mahasiswa Magister PMI sekaligus Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Magister Pengembangan Masyarakat Islam Periode 2024-2025, yang juga selaku peneliti utama dalam kajian tentang visitabilitas Masjid Agung bagi difabel di Kabupaten Enrekang.
Acara berlangsung mulai pukul 09.00 WITA hingga selesai dan dihadiri oleh pemerintah daerah, organisasi keagamaan, komunitas difabel, akademisi, serta mahasiswa relawan. Kegiatan ini menjadi ruang strategis untuk mengkaji bagaimana rumah ibadah, khususnya masjid, dapat diakses dan digunakan oleh semua kalangan tanpa hambatan.
Sambutan dan Pandangan Narasumber
Ketua Ikatan Difabel Enrekang (IDE) Inklusi, Muh Safril. S, menegaskan bahwa aksesibilitas bukan sekadar fasilitas tambahan, tetapi hak mendasar bagi semua jamaah.“Kita semua tahu bahwa masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pembelajaran dan penguatan sosial umat. Maka, tidak sepatutnya ada satu pun saudara kita yang tertinggal (no one left behind) hanya karena hambatan fisik, sosial, atau kebijakan.,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Enrekang, Dr. M. Zulkarnain Kara, AP, M.Si, menekankan bahwa isu ini juga menyentuh kesadaran akan masa depan. “Agar ruang ibadah kita bersahabat dengan rekan-rekan disabilitas dan lansia, maka hari ini menjadi persiapan kita di saat tua nanti,” jelasnya.
Syamraeni, S.Sos., selaku peneliti dan inisiator kegiatan, memaparkan bahwa FGD ini merupakan tindak lanjut dari penelitian tesisnya. “Apa arti kemegahan masjid apabila langkah kami terhenti di ambangnya? Kegiatan ini bukan semata-mata diseminasi hasil temuan tesis, melainkan upaya bersama untuk mendorong terwujudnya masjid yang visitable dan inklusif bagi difabel serta lansia untuk itu saya menawarkan konsep visitabilitas sebagai acuan dalam pembangunan atau renovasi jangka pendek,” ungkapnya.
Ketua DPD Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi Sulawesi Selatan, Faluphy Mahmud, menegaskan pentingnya memahami kebutuhan yang sesungguhnya, “Forum ini menjadi momentum untuk memperbaiki cara pandang kita terhadap penyandang disabilitas, terutama terkait apa yang sebenarnya dibutuhkan. Yang dibutuhkan adalah akses yang setara bagi semua orang terhadap fasilitas yang ada. Kami tidak membutuhkan toilet khusus; yang kami butuhkan adalah dapat mengakses toilet yang sudah ada, sama seperti pengguna lainnya” katanya.
Perwakilan Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Enrekang, Aswan Anjas, DMI Kab Enrekang sangat mengapresiasi FGD yg dilakukan oleh Ikatan Difabel Enrekang yang bekerja sama dengan adinda sebagai peneliti dan sebagai bagian tak terpisahkan dari proses akhir kuliah S2 adinda. Hasil penelitian adinda sangat bermanfaat bagi pemangku kepentingan terkait manajemen masjid terutama menjamin hak-hak kelompok disabilitas dalam mengakses tempat ibadah, Hipotesa belum ramahnya masjid terhadap kelompok disabilitas di Enrekang akan menjadi catatan dan pekerjaan rumah kedepannya bagi semua stakeholder terkait “,” ucapnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Enrekang, Dr. KH. Amir Musthafah, Lc., M.Pd.I, mengingatkan bahwa inklusivitas adalah amanah ajaran Islam sekaligus menyoroti tantangan yang masih ada..“ Masjid seharusnya memudahkan siapa pun untuk beribadah tanpa terkecuali. Namun, kita masih menghadapi persoalan kurangnya kesadaran, belum adanya basis data yang memadai, dan minimnya pemetaan kebutuhan difabel di masjid-masjid. Insya Allah kita akan menyediakan fasilitas bagi difabel. Bangunan besar saja bisa kita bangun, apalagi fasilitas yang tidak terlalu berat seperti ini,” tegasnya.
Rangkaian Kegiatan
FGD diawali dengan pemaparan hasil penelitian terkait persepsi takmir terhadap konsep masjid ramah difabel, hambatan teknis maupun nonteknis, serta minimnya literasi takmir mengenai standar aksesibilitas masjid. Peneliti juga memutar video uji aksesibilitas bersama IDE Inklusi untuk memberikan gambaran langsung terkait tantangan yang dihadapi jamaah difabel.
Sesi diskusi panel menghasilkan masukan strategis antara lain:
• Pelibatan difabel dalam perencanaan renovasi/pembangunan masjid
• Standarisasi visitabilitas dalam pembangunan jangka pendek
• Sosialisasi regulasi terkait masjid inklusif
• Penyediaan fasilitas penunjang bagi lansia dan difabel
• Penyusunan dan penerbitan surat edaran oleh Bupati Enrekang yang mewajibkan penerapan prinsip masjid ramah disabilitas pada setiap pembangunan atau renovasi rumah ibadah.
Mitra Kolaborasi
Kegiatan ini terselenggara berkat sinergi berbagai pihak:
• Ikatan Difabel Enrekang (IDE) Inklusi
• DPD Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi Sulawesi Selatan
• DPC PPDI Kabupaten Enrekang
• Pemerintah Kabupaten Enrekang
• BAZNAS Kabupaten Enrekang
• Universitas Muhammadiyah Enrekang (mahasiswa volunteer)
• Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Enrekang
• Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Enrekang
• Takmir Masjid se-Kabupaten Enrekang
• Informan Peneliti
Harapan ke Depan
Melalui FGD ini diharapkan lahir rekomendasi strategis yang dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, pengurus masjid, dan pemangku kepentingan lainnya. Rumah ibadah bukan hanya simbol kemegahan arsitektur, tetapi harus menjadi ruang yang menjamin kesetaraan dan kenyamanan bagi seluruh jamaah, termasuk penyandang disabilitas dan lansia. (mud)